A.
Pendahuluan
Percepatan perubahan teknologi informasi secara global,
berpengaruh pada eksistensi perpustakaan sebagai sistem penyebaran
informasi. Percepatan
informasi terjadi karena adanya aliran informasi digital melalui media internet.
Teknologi digital dapat menerima segala informasi dari gambar, angka, suara,
teks, dan audio. Perkembangan tersebut
berpengaruh terhadap kebutuhan manusia, yaitu tuntutan memperoleh informasi
secara mudah dan cepat.
Dalam
dunia digital, konektivitas punya makna yang lebih luas daripada sekedar
memungkinkan dua orang atau lebih saling berhubungan. Untuk memenuhi kebutuhan
konektivitas jaringan ini maka diciptakanlah ruang agar setiap orang dapat
saling berbagi informasi, berkolaborasi, dan
berinteraksi. Teknologi ini dikenal sebagai Internet.
Beberapa faktor penunjang
terjadinya percepatan sistem
informasi adalah karena beberapa sebab yaitu:
1. Tersedianya teknologi komunikasi yang
memungkinkan dilakukannya penciptaan, pengumpulan dan manipulasi informasi.
2. Infrastruktur jaringan internasional untuk
mendukung sambungan dan kemampuan pengoperasian bagi pengguna.
3. Informasi online mulai berkembang.
4. Kerangka
akses internet umum telah muncul.
Library is the
growing organism. Perpustakaan
berkembang sesuai dengan kondisi budaya
masyarakat. Pergeseran dari bentuk perpustakaan konvensional ke arah digital on
line merupakan keniscayaan kebutuhan informasi yang terus bergerak cepat. Dalam
sejarah perkembangan perpustakaan di Indonesia,
perpustakaan perguruan tinggi merupakan salah satu jenis
perpustakaan yang cepat memberikan respon untuk mengimplementasikan
hasil perkembangan teknologi informasi.[1]
Jika pada awalnya perpustakaan hanya merupakan institusi
atau lembaga yang menyimpan dan menyebarluaskan informasi dalam bentuk buku atau kertas, maka
perkembangan teknologi menjadikan informasi dalam media kertas berubah dalam bentuk data digital, dan
menjadi bagian utama dari Institusional Repository (IR) atau
simpanan kelembagaan.
Repository dapat
dipahami sebagai gudang, perpustakaan atau suatu lembaga
tempat penyimpanan data, baik data dalam bentuk fisik (kertas, buku, hasil
cetakan) maupun dalam bentuk digital, Perkembangannya kemudian mengidentikkan
Institusional repository sebagai tempat penyimpanan
data dalam bentuk digital pada institusi bernama perpustakaan, yang
kemudian biasa disebut perpustakaan digital.
Menurut
Gatot Subrata, beberapa keunggulan perpustakaan digital diantaranya adalah
sebagai berikut:[2]
1. long
distance service, artinya dengan perpustakaan digital, pengguna bisa
menikmati layanan sepuasnya, kapanpun dan dimanapun.
2. akses
yang mudah. Akses pepustakaan digital lebih mudah dibanding dengan
perpustakaan konvensional, karena pengguna tidak perlu dipusingkan dengan
mencari di katalog dalam waktu yang lama.
3. murah
(cost efective). Perpustakan digital tidak memerlukan banyak
biaya, mendigitalkan koleksi perpustakaan lebih murah dibandingkan dengan
membeli buku.
4. mencegah
duplikasi dan plagiat. Perpustakaan digital lebih “aman”, sehingga tidak
akan mudah untuh diplagiat. Bila penyimpanan koleksi perpustakaan menggunakan
format PDF, koleksi perpustakaan hanya bisa dibaca oleh pengguna, tanpa bisa
mengeditnya.
5. publikasi
karya secara global. Dengan adanya perpustakaan digital, karya-karya dapat
dipublikasikan secara global ke seluruh dunia dengan bantuan internet.
Terkait dengan keunggulan sebagaimana disebutkan di atas
bahwa peluang plagiasi dan duplikasi dapat diminimalisir dengan penggunaan tipe
fille PDF, hal ini tidak sepenuhnya tepat. Tipe fille dengan format PDF dapat
dengan mudah di edit, baik menggunakan software atau aplikasi perubahan PDF ke
Mc.Word ataupun mencopy paste secara manual. Dengan adanya kemudahan akses
informasi, upaya mendigitalkan dan mempublish suatu karya dengan penyebutan
sumber yang jelas akan membentuk kontrol masyarakat terhadap suatu karya cipta.
Selain
keunggulan, perpustakaan digital juga memiliki kelemahan, sebagai berikut:
1. tidak
semua pengarang mengizinkan karyanya didigitalkan.
Pastinya, pengarang akan berpikir-pikir tentang royalti yang akan diterima bila
karyanya didigitalkan.
2. masih
banyak masyarakat Indonesia yang buta akan teknologi.
Apalagi, bila perpustakaan digital ini dikembangkan dalam perpustakaan di
pedesaan.
3. masih
sedikit pustakawan yang belum mengerti tentang tata cara mendigitalkan koleksi
perpustakaan. Itu artinya butuh sosialisasi dan
penyuluhan tentang perpustakaan digital.[3]
Dengan dukungan teknologi informasi berbasis internet maka
data yang telah disajikan dalam bentuk digital akan lebih mudah dan cepat
disebarluaskan. Dijelaskan oleh Sulistyo
Basuki bahwa IR bertujuan memperoleh, melestarikan dan menyediakan akses ke karya
digital yang merupakan produk sebuah komunitas; di sini komunitas
dapat berarti universitas, lembaga penelitian, organisasi dan sebagainya.[4]
Dengan memanfaatkan teknologi
informasi, maka data digital perpustakaan
yang disebarluaskan dan diakses secara
online ini kemudian biasa disebut dengan Virtual Library atau perpustakaan on
line. Perpustakaan on line ini
memungkinkan setiap orang dari tempat yang berbeda dan dalam waktu bersamaan
dapat menikmati sumber data pada IR yang sama.
Menurut Mahmudin, ada beberapa
alasan mengapa teknologi informasi saat ini sangat dibutuhkan di perpustakaan.[5]
1. Sistematika
Informasi: Terjadinya ledakan informasi yang membanjiri dunia saat ini
membutuhkan pengelolaan yang lebih sistematis. Hampir semua perguruan tinggi di
Indonesia menggunakan ICT (Information and Communication Technology )
dalam pengelolaan database perpustakaan.
2.
Tingginya akses informasi: kebutuhan pengguna
untuk mencari dan menemukan kembali informasi lebih mudah jika difasilitasi
dengan sarana ICT . Katalog online memungkinkan pustakawan dan pengguna untuk
mendapatkan informasi dari berbagai sumber. Sudah menjadi hal yang lumrah untuk
menyusun pengajuan daftar pustaka baru dengan mengunjungi dan menggunakan
data-data di toko buku amazon.
3.
Efisiensi pekerjaan: komputer di perpustakaan
membantu pekerjaan menjadi lebih cepat. Pencatatan buku-buku baru serta
pengolahan akan lebih mudah jika disimpan dalam file komputer. Pengkatalogan
tidak hanya dengan sistem AACR (Anglo American Cataloguing Rules), begitupun
penentuan subjek nya dengan DDC (Dewey Decimal Clasifications). Tetapi secara
praktis penggunanaan katalog online memudahkan proses pengkatalogan.
4.
Memudahkan tukar-menukar informasi dalam bentuk
data.
5.
Komunikasi dua arah atau searah, sudah hal
yang lazim digunakan dengan tersedianya fasilitas yahoo messenger atau
dengan fasilitas e-mail. Mailing list pustakawan adalah sebuah grup diskusi
yang mempunyai kesukaan/kepentingan yang sama, setiap orang bisa
berpartisipasi, kita dapat membaca email orang lain dan kemudian mengirimkan
balasannya. Mailing list sebagai sarana yang ampuh untuk mendapatkan sumbangan
buku dan perbaikan fasilitas perpustakaan.
6.
Menjadi trend bila pustakawan saat ini menyimpan
data pada pada web dari e-mail pribadi.
7.
Keseragaman : salinan data atau informasi
yang dibuat dapat diseragamkan sehingga memudahkan pengguna (user friendly).
Konsep MARC (Machinery Readable Catalogue) yang populer tahun 90an masih
digunakan dalam rangka penyeragamkan penentuan tag (ruas) data bibliografi
pustaka.
Selain
uraian pentingnya kebutuhan teknologi
informasi tersebut di atas, IR yang telah didukung teknologi internet akan
memungkinkan terjadinya komunikasi ilmiah antar individu terhadap suatu topic
bahasan tertentu secara lintas wilayah IR. Termasuk juga terbentuknya control
terhadap akurasi suatu karya oleh setiap individu yang mengakses suatu sumber
data online.
Disebutkan oleh Sulistyo Basuki
bahwa tujuan Repositori institusi dibentuk oleh universitas adalah untuk menjalankan
aktivitas sebagai berikut:[6]
1.
Membantu dalam penciptaan dan penyerahan asset
digital;
2.
Membuka luaran universitas ke hadirin sedunia
3.
Memaksimumkan kenampakan dan dampak luaran tersebut
sebagai hasil universitas
4.
Mengelola dan merawat luaran digital
5.
Mengukur dan mengelola aktivitaas penelitian dan
pengajaran
6.
Memungkinkan serta mendorong pendekatan
antardisiplin terhadap riset
7.
Penyiapan metadata atau pelatihan dan bimbingan dalam
penyiapan metadata
8.
Manajemen hak intelektual
9.
Manajemen preservasi
10.
Bantuan dalam akses dan penggunaan konten
11.
Pemasaran.
Dari uraian di atas maka selanjutnya perlu
diketahui bagaimana pengelolaan sumber data pada suatu IR sehingga dapat tersaji dan diakses secara online setiap. Dalam kesempatan
ini penulis akan menyajikan tentang pengelolaan IR di Perpustakaan UGM, sebagai salah satu universitas negeri
di Indonesia yang memiliki IR. Tidak ada
alasan khusus mengapa dipilih perpustakaan UGM sebagai obyek pembahasan, selain
karena ingin memberikan keragaman dan perbandingan dengan penulis lain yang
saat ini juga sedang membuat bahasan IR pada perguruan Tinggi lain.
B. Rumusan
Masalah
Bagaimana
pengelolaan IR di Perpustakaan UGM?
C. Landasan
Teori
Sulistyo Basuki dalam makalahnya “Membangun Jejaring
Kerja Perpustakaan Kementerian Agama”, menyebutkan beberapa pengertian
mengenai IR , sebagai berikut :[7]
1. University
of Houston: “A permanent, institute-wide repository of
diverse locally produced digital eworks (e.g. article preprints and postprints,
data sets, eletrpnoc theses and dissertations, learning objects, and technical
reports that is available for public use and supports metadata harvesting.”
2. Foster dan Gibbons: “an electronic system that captures,
preserves and provide access to the digital work products of a community.”
3.
Mark & Shearer : “An
Institutional Repository is a way for every academic institution so ‘showcase’ its
intellectual prowess through the systematic collection, organization, making
accessible and preservation of its intellectual output.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil suatu
pemahaman bahwa Repository institusi lebih menekankan pada penyebaran
informasi data digital yang dikelola
suatu lembaga perpustakaan melalui
media internet. Sumner data digital sendiri
merupakan konversi
setiap media atau analog- seperti buku, artikel jurnal, foto, lukisan, microforms,
kedalam
bentuk elektronik melalui pemindaian, dan pengolahan lainnya.
Secara sederhana tahapan
proses digitalisasi adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan obyek
2. Pemindaian
3. Memindahkan file ke penyimpanansementara
4. Penambahan nilai-penyiapan metadata
5. Penyimpanan jangka panjang
6. Pembuatan alat pengaman atau pembatas
7. Menggabungkan file
1. Dalam
the computer science research community,
perpustakaan digital dipandang sebagai konten yang dikoleksi untuk pemakai
2. Menurut masyarakat pustakawan, perpustakaan digital di pandang sebagai sebagai institusi yang menyediakan layanan
dalam lingkungan digital.
Zainal Hasibuan menyebutkan bahwa Digital library atau sistem perpustakaan
digital merupakan konsep yang menggunakan
internet dan teknologi informasi dalam manajemen perpustakaan[9]. Sedangkan
Ismail Fahmi mengatakan bahwa perpustakaan digital adalah sebuah sistem yang
terdiri dari perangkat hardware dan software, koleksi elektronik, staf pengelola,
pengguna, organisasi, mekanisme kerja, serta layanan dengan memanfaatkan
berbagai jenis teknologi informasi.[10]
Menurut Kenneth C laudon, sistem
informasi yang efektif harus mampu memberikan penggunanya informasi yang cepat,
akurat dan relevan. Informasi ini di simpan dalam file-file komputer. Jika
file-file teratur dan terpelihara dengan benar pengguna bisa dengan mudah
mengakses dan mengambil informasi yang dibutuhkan. File yang teratur dengan
baik serta cermat mempermudah pengguna dalam mendapatkan data untuk mengambil
keputusan bisnis, sedangkan file-file yang tidak dikelola dengan baik
menimbulkan kekacauan dalam pemrosesan informasi.
Terkait
dengan data digital perpustakaan, upaya
pengelolaan terhadap data digital harus dilakukan oleh pustakawan yang memiliki
keterampilan di bidang teknologi informasi yang dibutuhkan.[11] Shapiro dan Hughes menyatakan bahwa ada tujuh keterampilan yang dibutuhkan
dalam era digital ini, yaitu:[12]
1. Tool literacy, kemampuan memahami dan
mengunakan alat teknologi informasi secara konseptual maupun praktikal,
termasuk di dalamnya kemampuan menggunakan perangkat lunak, keras, multimedia,
yang relevan dengan bidang kerja atau studi. Termasuk di sini adalah
pengetahuan dasar komputer dan aplikasi jaringan, juga pemahaman dasar tentang
konsep algoritme, struktur data, topologi jaringan, dan protokol komunikasi
data.
2.
Resource literacy, kemampuan memahami bentuk, format, lokasi, dan cara mendapatkan
sumberdaya informasi, terutama dari jaringan informasi yang terus berkembang.
Pengetahuan ini sesuai dengan konsepsi pustakawan tentang information
literacy, dan mencakup di dalamnya pengetahuan tentang klasifikasi dan
pengorganisasian sumberdaya informasi tersebut.
3.
Social-structural literacy, alias pemahaman yang benar tentang bagaimana informasi dihasilkan oleh
berbagai pihak di dalam sebuah masyarakat. Ini artinya memahami siapa-siapa
yang berada dibalik produksi informasi ilmiah, jaringan ilmuan mana yang
menghasilkannya, apa kaitannya antara satu produsen dengan produsen lainnya,
apakah ada lembaga yang dominan dalam proses itu (universitas, pemerintah,
swasta). Ini juga berarti memahami bahwa ada proses formal yang harus dilalui
oleh setiap informasi ilmiah sebelum dapat diakui sebagai ilmiah.
4.
Research literacy, yang merupakan kemampuan menggunakan peralatan berbasis teknologi
informasi sebagai alat riset. Para mahasiswa pascasarjana mungkin harus tahu
bagaimana menggunakan Internet sebagai lapangan penelitian, memanfaatkan
perangkat lunak statistik untuk analisis, atau perangkat lunak khusus untuk
penelitian kualitatif. Para peneliti dituntut untuk semakin terampil
menggunakan komputer dalam setiap tahap kegiatan penelitiannya.
5.
Publishing literacy, atau kemampuan untuk menyusun dan menerbitkan publikasi dan ide ilmiah ke
kalangan luas dengan memanfaatkan komputer dan Internet. Kemajuan teknologi
saat ini, ditambah dengan gerakan-gerakan yang ‘membebaskan’ para ilmuan dari
kukungan tradisi ilmu yang ketat di jaman cetakan, membuka kesempatan amat luas
bagi setiap orang untuk menampilkan pemikirannya di Internet. Kemampuan membuat
situs di Internet dan merawat serta mengundang pengunjung dalam jumlah besar,
kini nyaris menjadi tuntutan umum bagi para cendekiawan.
6.
Emerging technology literacy, adalah kemampuan yang memungkinkan seseorang untuk terus menerus
menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan bahkan bersama-sama
komunitasnya ikut menentukan arah pemanfaatan teknologi informasi untuk
kepentingan pengembangan ilmu. Perkembangan mailing-list merupakan contoh
bagaimana sekelompok orang yang cekatan dapat memanfaatkan Internet secara
baik, walaupun pada mulanya teknologi ini hanya merupakan ‘usus buntu’ bagi
program email.
7.
Critical literacy, yang merupakan kemampuan melakukan evaluasi secara kritis terhadap
untung-ruginya menggunakan teknologi telematika dalam kegiatan ilmiah. Seorang
cendekiawan yang kritis diharapkan tidak menerima begitu saja kenyataan tentang
teknologi yang sekarang tersedia secara meluas, dan dapat melakukan pemeriksaan
terhadap manfaat teknologi bagi kegiatan ilmiahnya. Untuk memiliki kemampuan
ini, seringkali seseorang harus rajin menyimak perkembangan teknologi itu
sendiri dan memahami, atau setidaknya mengetahui, sejarah dan latarbelakang
kelahiran teknologi itu.
D.
Pembahasan
Dilihat dari aspek manfaat, ada 4 hal yang menjadi
perhatian utama bagi eksistensi institutional repository sebuah perguruan
tinggi, diantaranya sebagai berikut :
- Untuk mengumpulkan konten dalam satu
lokasi sehingga mudah untuk ditemukan kembali
- Untuk menyimpan dan melestarikan aset
intelektual sepanjang waktu.
- Untuk menyediakan akses terbuka terhadap
karya intelektual institusi kepada khalayak umum.
Institutional
repositories sebagai simpan kelembagaan, merujuk pada kegiatan penghimpunan dan
melestarikan koleksi digital yang merupakan hasil karya intelektual dari sebuah
karya tertentu (Pendit,137: 2008). Karya intelektual bermacam-macam ada yang
merupakan hasil konversi dari cetak ke digital, atau mungkin sudah dalam bentuk
digital. Proses iini sebagai sumber-sumber digital yang akan menuju ke metadata
untuk mudah diakses pemustaka. Namun dalam jangka panjang sumber-sumber ini
harus bisa diakses dan tetap terjaga baik 10 tahun atau 35 tahun kedepan. Pengelolaan
sebuah aset digital menjadi perhatian para pustakawan. Masalah yang harus
perhatikan dalam implementasi digital libraries.
Ada beberapa perangkat lunak yang
diperluhkan oleh perpustakaan digital dalam pengelolaan sumber-sumber digital,
menurut Pendit (2007: 192-194) ada tiga yaitu :
1. Mengembangkan sendiri secara Internal
Perpustakaan
yang memiliki staf internal yang mampu mengembangkan perangkat lunak. Dengan
mengembangkan sendiri, perpustakaan mempunyai kendali penuh terhadap proses
pengembangan system. Selain itu, kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya umum maupun
spesifik bisa dipenuhi dengan mudah. Keuntungan lain, pilihan ini akan turut
meningkatkan ketrampilan teknis dan pengetahuan dari pihak pengembang
2. Meminta pihak ketiga untuk
mengembangkan (outsourcing)
Pilihan
ini cocok untuk perpustakaan yang tetap ingin kebutuhan umum maupun spesifik
bisa dipenuhi namun tidak memiliki staf internal khusus untuk mengembangkan
perangkat lunak. Keuntunganya adalah pihak ketiga sudah memenuhi
pemrogram-pemprogram yang sudah tampil
dan berjalan lebih cepat. Tugas perpustakaan tidak terganggu dari
pekerjaan sehari-harinya. Konsekuensinya bisa jadi pihak ketiga memberkan
system yang tidak seperti diharapkan pada awalnya atau system yang kurang
memenuhi kebutuhan
3. Membeli perangkat lunak yang sudah
jadi
Perangkat
ini bersifat cepat dan sudah matang dengan content yang ditawarkan. Perangkat
yang sudah matang teruji, memungkinkan akan lebih awet. Namun di banyak kasus,
pembeli biasanya harus menerima fungsionalitas yang diberikan oleh system apa
adanya, sebagian mungkin akan digunakan dan sebagian lagi tidak. Kekurangan
yang lain, seperti system yang dibeli bisa jadi tidak terintegrasi dengan
bagus terdapat system-sistem yang sudah
ada.
Dari
ketiga unsur pengadaan pengelolaan sumber digital, perpustakaan UGM lebih mengedepankan
proses pengembangan perangkat sendiri secara internal. Alasan yang diutarakan
oleh Pak Janu Saptari selaku pengelola perpustakaan digital bahwa sesuai dengan
kebutuhan kita dalam arti pengelola perpustakaan digital. Baik tampilannya yang simple dan content yang
mudah untuk dijalankan.
Berikut koleksi yang sudah dikelola
UGM di perpustakaan digital:
a E-book, Berisi buku-buku yang sudah didigitalkan oleh perpustakaan UGM,
b Katalog online
c Katalog online ini tidak hanya memuat katalog-katalog koleksi yang
ada di perpustakaan universitas tapi juga di fakultas. Hal ini membuat
pemustaka mudah dalam pencarin koleksi yang mereka butuhkan, karena tidak
terbatas pada koleksi yang ada di perpustakaan universitas
d Konten lokal , yaitu pencarian koleksi yang ada di seluruh
perpustakaan UGM secara simple , yaitu yang disebut simple digital library
system/simple search. Pencariannya tidak per-fakultas, tapi per-disiplin ilmu
yang sudah tercantum pada digilib, sehingga pemustaka dalam menemukan koleksi
bisa lebih tepat dan sesuai yang diinginkan. karena pencrian lebih spesifik
menurut disiplin ilmu.
e Jurnal UGM, yaitu untuk pancarian jurnal yang ada di perpustakaan
UGM sesuai dengan disiplin ilmu yang ada di setiap prodi. Namun jika kita
mengeklik advance search, maka kita akan terhubung ke komunitas portal
universitas-universitas yang ada Yogyakarta, baik itu PTN maupun PTS yang
bekerja sama dengan digilib UGM. Tentu saja hal ini akan menambah lagi koleksi
yang dapat diakses oleh pemustaka.
f ETD (Electronics theses/dissertation, berisi tesis dan disertasi
hasil karya mahasiswa dan dosen UGM.
g Referensi Online
h Surat kabar online
Berisi surat kabar online yang
dilanggan UGM, seperti The Jakarta Post, Jawa post, Suara Merdeka, Kedaulatan
Rakyat, Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Sinar harapan, Suara
Pembaharuan. Pemustakan dapat mengakses berita-berita melului surat kabar
online ini. Nanti pemustaka bisa memilih koran yang mereka suka dan akan
terhubung dengan web koran-koran tersebut.
i
Kamus online; Sesuai namanya kamus
online adalah kamus yang didigitalkan seperti pada handphone. Kamus ini dapat
memudahkan pemustaka dalam pencarian kata-kata yang sulit.
j
Ensiklopedia online; Berisi
ensiklopedi-ensiklopedi yang dilanggan digilb UGM.
k Prosiding; Berisi kumpulan makalah
yang diseminarkan.
Perpustakaan digital UGM tidak
menggunakan software yang familiar dengan kalangan umum, pemilihan software ini
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pemustaka. Adapun software aplikasi
yang digunakan oleg perpustakaan digital UGM adalah dengan menggunakan simpel
digital dan sipus.
a.
Simple
digital
Pada penyimpanan aplikasi simpel digital
ini, koleksi yang tersimpan adalah segala macam dokumentasi terkait dengan
kegiatan ke-UGM-an. Adapun contoh dari koleksi ini adalah seperti pidato
rektor, press release, liputan wisuda
maupun seputar kabar yang sedang hangat di wilayah UGM. Pada aplikasi software
simple digital, koleksi bisa diperoleh keseluruhan dalam artian full text. Mengenai kerentanan plagiasi
terhadap koleksi yang dapat didownload secara full text, hal ini telah menjadi
kebijakan universitas untuk memperbolehkan pemustaka local maupun umum
memperoleh file dalam aplikasi simple digital ini. Aplikasi simple digital
Adapun tampilan simple digital library
Perpustakaan UGM
b.
Sipus
Jika dalam simple digital telah
dijelaskan mengenai akses maupun koleksinya, maka dalam penyimpanan sipus
perpustakaan digital UGM ini berisi repository (simpanan kelembagaan). Adapun
koleksi ini berupa laporan tugas akhir, tesis, disertasi, jurnal penelitian
sehingga akses terbataspun diberikan ketika pemustaka hendak mengakses file
dokumen yang termasuk dalam koleksi repository ini. Karena berisi mengenai simpanan kelembagaan
maka, tidak semua pemustaka bisa memperoleh informasi secara keseluruhan, namun
akses terbatas ini sering disebut oleh pustakawan sebagai akses lokal.
Semenjak bulan Juni tahun 2013,
perpustakaan tidak mengoleksi skripsi dalam bentuk cetak (wawancara dengan
salah satu pustakawan bagian pengolahan Pak Janu Saptar http://lib.ugm.ac.id/staff/janu_jsx.html ) sehingga sejak bulan tersebut
perpustakaan menerima file dokumen dalam bentuk born digital.
Metadata Ugm menggunakan 3 kelompok metadata
yaitu
1)
Metadata deskriptif
Pendit, 2007: 203
menjelaskan metadata deskriptif mengidentifikasi sumber informasi sehingga
memperlancar proses penemuan (discovery) dan seleksi, seperti
pengarang, judul, tahun terbit, tajuk subyek atau informasi lain yang lazimnya dicatat dalam
proses pembuatan cantuman bibliografi pengkatalogan traditional.
2)
Metadata Administrasi
Data yang
memberikan informasi untuk pengelolaan sumber informasi seperti kapan dan
bagaimana diciptakan tipe berkas, data teknis lain dan siapa pemiliknya siapa
yang berhak mengakses.
3)
Metadata Struktural
Metadata
struktural diperlukan untuk mengetahui hubungan antara berkas fisik dan
halaman.
E.
Kesimpulan
Pengelolaan sumber informasi
perpustakaan digital dewasa ini tidak terpaku pada beberapa standar yang telah
ditetapkan oleh para ahli. Pustakawan dan tenaga informatika perpustakaan mampu
menduplikasi beberapa software yang tidak kalah dengan standar aslinya tentunya
dengan memiliki kegunaan fungsi yang menyerupai. Sebagian perpustakaan
menggunakan beberapa software aplikasi yang dianggapnya familiar dan mudah
dioperasikan baik dari pustakawan maupun pemustakanya.
Seperti hasil dari penelitian lapangan
yang telah kami lakukan beberapa hari yang lalu, bahwasannya perpustakaan
digital UGM menggunakan software aplikasi buatan sendiri yang dinamai simple digital dan sipus. Adapun pemilihan software ini dikarenakan software ini mudah
dalam pengoperasiannya. Perbedaan simpel
digital dan sipus ini terletak
pada kandungan koleksi yang ada pada content.
Adapun perbedaannya adalah jika dalam simple digital berisi dokumentasi digital
mengenai kegiatan UGM dengan fasilitas full access dan full download maka tidak
dengan aplikasi yang sipus. Aplikasi sipus berisi mengenai repository yakni
simpanan kelembagaan UGM yang sebagian isi tidak bisa di akses dan tidak semua
dokumen bisa didownload.
DAFTAR PUSTAKA
Chowdhury, Sudata & GG Chowdhury.
2003. Introduction to Digital Libraries.
London: Facet Publishing
Fahmi, Ismail, 2004. Irzovasi Jaringan Perpustakaan Digital:
Network of Networks(NeONs). Makalah Seminar dan Workshop Sehari
Perpustakaan dan .Informasi Universitas Muhammadiyah Malang 4 Oktober 2004.
Hasibuan, Zainal A, 2005. Pengembangan Perpustakaan Digital: Studi
KasusPerpustakaan Universitas Indonesia. Makalah Pelatihan Pengelola
Perpustakaan Perguruan Tinggi. Cisarua: Bogor, 17-18 Mei 2005.
Hasibuan, Zainal A, 2005. Pengembangan Perpustakaan Digital: Studi
Kasus Perpustakaan Universitas Indonesia.
Khasanah,
Nanan. “ Kompetensi pustakawan di Era Perpustakaan Digital”. Disampaikan
dalam Pelatihan perpustakaan Digital untuk pustakawan di Lingkungan PMPTK
se-Indonesia, Institut Teknologi Bandung, 2008
Large,
Andrew & Lucy A. Tedd. 2005. Digital
Libraries: Principle and Practice in a Global Environment. Germany: Strauss
GmbH
Laudon, Kenneth C. 2005. Sistem
informasi manajemen: mengelola perusahaan digital Edisi 8. Yogyakarta: Andi
Offset
Pendit, Putu Laxman. 2008. Perpustakaan Digital dari A sampai Z. Jakarta: Citra Karyakarsa
Mandiri
Pendit, Putu Laxman. 2009. Perpustakaan
Digital: Kesinambungan & Dinamika. Jakarta: Citra Karyakarsa Mandiri
Priyanto, Ida fajar.” Perpustakaan
digital: Apa dan bagaimana”. Jogjakarta,2009
[1] M. Solihin Arianto, Preservation Policy for
Digital Collections: A Proposed Concept to Library of State Islamic University
Of Sunan Kalijaga Yogyakarta, http://digilib.uin-suka.ac.id/9013/
[2] Subrata, Gatot. Perpustakaan Digital. Ikatan
Pustakawan UM: Universitas Negeri Malang, Oktober 2009, http://qisthylibrary.weebly.com/e-articels.html
[3] Pernyataan bahwa
“masih
sedikit pustakawan yang belum mengerti tentang tata cara mendigitalkan koleksi
perpustakaan” dalam
Subrata, Gatot., Ibid., sesungguhnya menarik untuk dibuktikan kembali
mengingat pendapat tersebut muncul pada tahun 2009 atau hampir 5 tahun yang
lalu, dimana kegiatan menscan atau mempublish tidak sepopuler saat ini.
[4]Sulistyo
Basuki, http://sulistyobasuki.wordpress.com/2013/04/29/membangun-jejaring-kerja-perpustakaan-kementerian-agama/
[5] Mahmuddin. “Pemanfaatan
ICT (Information and Communication Technology” di Perpustakaan” Disampaikan
dalam Pelatihan Perpustakaan Digital untuk pustakawan di Lingkungan PMPTK
se-Indonesia, Institut Teknologi Bandung, 2008.
[6]
Sulistyo Basuki, Op.cit
[8]
Priyanto, Ida fajar.” Perpustakaan digital: Apa dan bagaimana”.
Jogjakarta,2009
[9] Hasibuan, Zainal A, 2005. Pengembangan Perpustakaan Digital: Studi KasusPerpustakaan Universitas
Indonesia.Makalah Pelatihan Pengelola Perpustakaan Perguruan Tinggi.
Cisarua - Bogor, 17-18 Mei 2005.
[10] Fahmi, Ismail, 2004. Irzovasi Jaringan Perpustakaan Digital: Network of Networks(NeONs). Makalah
Seminar dan Workshop Sehari Perpustakaan dan .Informasi Universitas
Muhammadiyah Malang 4 Oktober 2004.
[11] Laudon, Kenneth C. Sistem informasi manajemen:
mengelola perusahaan digital Edisi 8. Yogyakarta: Andi, 2005.
[12] Putu Laxman Pendit, Perpustakaan
Digital Perguruan Tinggi : Tantangan Peningkatan Kualitas Jasa,
http://core.kmi.open.ac.uk/display/11706144
Tidak ada komentar:
Posting Komentar